Monday, November 28, 2016

Angan, terbuang.

Karena anganku akan selalu tentangmu.

Taukah kamu hal yang menurutku indah? Ketika orang dapat berjanji, lalu menepati. Entah kenapa hal sesimpel itu kini kadang sulit untuk ditemui. Ya, ucap kata seperti "lupa" memang menjadi alasan top pada abad ini. Tak apa, biarkan saja. Sudah menjadi pilihan mereka.

Akupun mengingat hari saat kita bertemu kembali. Kamu datang, seperti biasa, dengan sangat tiba-tiba. Aku meng'iya'kan untuk bersama melihat bintang. Cerita dimulai, kini kisah dirajut kembali. Mengingat momen memang menjadi hal yang masih nyaman diperbincangkan. Tak peduli selama apa kita mengenal seseorang, bercerita yang dulu akan selalu membuat kita semakin mengetahuinya.

Semakin mengetahuinya

Sayang

Sore itu jingga mulai menjadi kelabu. Kenangan bersama bintang rasanya sudah sirna saat kita tahu bahwa tidak seharusnya kita bersama. Aku tidak terkejut, namun jujur sangat kecewa. Memang jatuh cinta tidak selalu berakhir dengan bersama. Tapi haruskah ini juga terjadi pada kisah kita?

Aku yang mengagumi bulan, dan kamu yang mendamba matahari. Kita tahu kita saling menyayangi. Dan saat itu pula kita tahu bahwa tidak seharusnya kita memaksakan untuk kembali.

Selamat berpisah, selamat berjuang. 
Semuanya hanya sekedar kisah, yang perlahan akan terbuang.

Monday, November 21, 2016

Tutorial Masukin Image di Blog Unair


Hayooo lagi ngerjain tugasnya Pak Soegi yaaa?? :D

Oke, langsung aja.
Buat teman-teman yang ingin mengupload file gambar di blog unair, berikut ini langkah-langkahnya :

1. Pastikan kalian sudah login ke akun blog unair kalian.
( "yaiyalah vio, masa login ke fesbuk", hehehe becanda :D )

2. Terus jangan lupa pilih "Dashboard" dan "tambah artikel" yaaa :)


3. Next, buka tab baru dan kunjungi https://postimg.org/ 
    Kenapa? Karena setauku untuk upload image di blog kita ini butuh url. Nah url ini kita dapatkan dari postimg :) ini dia penampakan dari postimg :


Oiya, kalian tinggal klik "Pilih gambar", dan pilih file gambar yang ingin kalian masukin ke blog.

4. Step nomor empat = Menunggu, hehehe :D
Cuma bentar kok nunggunya, ngga kaya nunggu abang sate lewat depan kost :"

5. Kalo udah, kalian bisa copy tulisan di baris Alamat langsung. Ini dia url yang akan kita masukin ke  thread di blog unair.


6. Lanjut, balik lagi ke blog unair. Klik icon gambar. Selain cara ini, kalian juga bisa klik kanan di lembar kerja dan pilih "insert/edit image".

7. Terus tinggal paste alamat dari postimg tadi. Jangan lupa klik insert yaa :)

8. And, done. :)



Nah, itu dia cara upload image di blog unair ala vio. Kabari yaa kalau kalian berhasil pakai cara ini, atau kalau kalian menemukan cara lain ataupun cara yang lebih simpel untuk upload image di blog unair, kalian bisa mengabarinya di kolom komentar :)

Good luck, and thank you for reading :*

Tuesday, September 27, 2016

Hey, its green!

English task, ABCDLITS2.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

My senior high school experience has taught me that never-ever-ever limit yourself.

It happened when the first time of day school, we need to choose a sport club to complete our activity report. For sure, I felt confuse. Ya, I was bad at sport and I hate it. Because when I was an elementary student, I always got sick after joining sport class. Fortunately, in that sport club exhibition I met with my lobby-mate. She promoted about karate club to me. I didn't know what I was thinking that time, I just wrote "karate" on my club card after I met her. 

It was really hard to balance my time between life as a karateka, school student, dormitory student and of course as a daughter. I have trough exhausted time, but I enjoyed it. Until the day when I was in the third year. Now, school's rule for third year student is not about student activity, but focused on national examination. So it was not obligation anymore to join club. Just like what people say, best friends are family that we choose. I felt comfortable in practicing, discussing or having chit chat with my karate friends so I choose to keep on practicing in my spare time. Then the hardest time begun. My senpai offered me to join stage examination; it is the examination for karateka who want to get themselves to the next level of karate; that would be held around 1 week further. When I heard that offer, in my mind, I didn't know exactly how to distribute my 24 hours in one day to finishing tasks, studying for tryout  preparation, washing and ironing the clothes and practice for stage examination. But my senpai and my friend kept persuade me, and they said "Don't think too much, just keep on going. Everything will be okay, and will be finished". Then, I decided to say "yes".

A week has passed, the time has gone unbelievably fast. The result was already in my senpai's hand. As the sky change its colour into orange, and the noon turned into night, we sat together on the ground , waiting. My senpai called us one by one. But I felt worried because my name hasn’t called yet. "Am I doing a big mistake?". And in the end, finally my senpai called my name and announced that I have passed the test with a good score, and now I've got my green belt. I was so happy and realized that hard work absolutely can beat all possibilities. I still remember when the practice time finished at 10pm, then doing my task until 1 am, slept and I should woke up at 4 am to study. In the morning I went to school and doing practice again in the night. But all those pain are just temporary, that could turn into unforgotable memory.

**Thank you for reading, sorry for my bad grammar :)


Wednesday, August 31, 2016

Hari.

"Kamu pilih yang mana? Pagi, siang, sore atau malam?"
"Hmm, aku? Aku suka senja. Kamu, Vi?"
"Kalau aku, hmm. Rahasia :p " *tersenyum lalu pergi*

Entahlah, mungkin karena menurutku 'mereka' bukan pilihan. Aku menyukai semuanya. 

Pagi, saat udara masih sejuk. Saat matahari terbit. Atau ketika aku mengingat saat pergi ke sekolah bersama ayah, ibuk dan mas meda. Melewati jalan aspal ditengah sawah. Lalu ada semilir angin, wangi dari kebun melati dan sinar matahari hangat yang membuat alasan kenapa pagi selalu indah.
Atau pagi ketika mesin bus sekolah sudah menyala, rerumunan teman berseragam rapi, berbaris lalu apel pagi. Suara bapak ibu satpam di mikrofon, lalu pemandangan gunung di depan asrama.
Atau lagi, bangun pagi dengan mata masih berat. Ampas kopi sisa semalam. Tumpukan kertas tugas dan revisian. Kipas angin yang masih memutar, suara orang berbelanja sambil rumpi, suara orang yang mulai mencari nafkah. Membuka toko, menjual sayur. 

Atau tentang siang. 
Saat kebersamaan terus dirangkai. Terus dirangkai. Dirangkai menjadi memori.
Atau saat peluh mulai menetes.
Ya, berjuang. Mengejar yang harus dikejar. Mencari yang harus didapatkan. Berusaha. Bangkit. Mencoba lagi. Walau letih, tapi waktu memang tak pernah mau menunggu.
Siang, saat orang mulai mengenal. Bercanda, berlari, tertawa.
Siang, saat keputusan diambil. Ada yang tetap, ada yang pergi.
Berpisah, mengenang, sendu, tangis, kecewa.
Siang, saat berebut kekuasaan. Darah. Atau saat penyelamatan. Dari yang harus pergi, dari yang harus menyingkir.

Atau mungkin sore.
Saat dunia mulai sejuk kembali. Ketika semua kembali. Menghapus peluh, meminum seteguk air. Mulai tersenyum dan kembali kerumah. 
Atau mungkin sore, saat matahari mulai kembali, dan langit menjadi jingga. Jingga memang selalu menarik. Nyaman. Merebahkan. Melupakan.

Atau tentang malam.
Saat dunia mulai damai. Tenang. Sunyi. Diam. 
Saat segala lelah dilepaskan, saat harapan dilayangkan.
Saat langit gelap penuh bintang.
Saat mata terpejam. Hilang.

Sepenggal Kisah

                                                                                                          Oleh : Violentaria

Aku kemari bukan karena kamu disini
Melangkah menuju ruangan tanpa tepi
Berdiam diri
Berteman sepi
Menanti
Meratapi

Aku datang bukan karena kamu undang
Hanya saja ada keping yang tertinggal
Sepenggal
Terbang
Menghilang

Aku disini hanya mengingat kembali
Menghidupkan memori
Tentang senyum dan hangat tatapmu
Atau aku yang kamu buat tersipu malu
Tentang candaan, tentang kamu

Aku sudah melepasmu, sungguh
Aku sudah membiarkanmu pergi, tentu
Tapi aku hanya tidak akan menghapus kisahmu
Lagi

Sunday, July 10, 2016

Untuk Tuan

Oleh : Violentaria Gita Salina

Kibaran itu kini mulai layu
Anginpun mengalir sambil terus mendesah malu
Inikah baktimu pada orang terdahulu?

Tuan bilang, yang dulu pasti sedang pilu
Melihat anak cucu tumbuh tak menentu
Belum korupsi, belum masalah harga diri
Belum kejahatan usia dini, belum masalah uang lagi

Tuan bilang, anak cucu cuma sekedar ahli mimpi
Tuan bilang, anak cucu cuma sampah tanpa arti

Lalu, apa tetap mau seperti ini?

Anginpun mengalir sambil terus mendesah malu
Seiring hati berbisik dengan bibir yang pecah kaku
“Wahai tuan, kami disini tidak diam
Hanya saja ada saja yang membungkam”

Kami juga bersatu dan berintegrasi
Berfikir sana-sini untuk mencari solusi
Tapi mengapa selalu ada yang menghakimi?
Ide belum jalan sudah dihina setengah mati
Katanya evaluasi, tapi penuh kritisasi
Katanya untuk perbaikan nanti
Tapi  menyingkirkan gerombolan kami
Apakah tuan ingin me’raja’kan diri?

Sudah, kami bukan generasi mati!
Tunggulan kami pada “suatu hari nanti”

Meski navigasi sudah tak lagi murni
Kami tetap menyeret kaki membangunkan ibu pertiwi
Dan tuan akan menyesali diri tanpa henti
Terkubur dalam kepalsuan yang abadi


Nb : mohon mencantumkan pembuat puisi dan meninggalkan komentar sebelum menggunakan puisi ini :)

Malam.

Oleh : Violentaria

Hai.
Apa kabar?
Semoga kamu tetap terus menampilkan senyummu seperti dulu.
Iya, senyum itu.
Sungguh membuatku rindu.

Hai.
Aku masih disini.
Masih ditempat yang beda denganmu.
Entah kenapa sepertinya jarak membenciku.
Seiring berjalannya waktu.
Jarak membuatmu memudar.
Menipis.
Menghilang.

Hai.
Jika malam memang penuh pengharapan.
Aku sungguh ingin kau datang.
Jika bulan memang penuh keajaiban.
Aku sungguh ingin kita melayang.
Jika bintang memang bukan khayalan.
Mari bersama mengarungi lautan impian.
Seperti janji yang lalu.
Seperti kenangan yang terdahulu.

Hai.
Sungguh aku merindumu.

Nb : mohon mencantumkan pembuat puisi dan meninggalkan komentar sebelum menggunakan puisi ini J


Ahh, kamu sama saja!

Gerimis memang tidak selamanya menyisakan kenangan manis.
Gerimis saat ini, hatiku mulai teriris.

Nulis apa sih vi, kok alay gitu. Hehehe. Yaudahlahya, biar openingnya cettar badai membahana bwahahahaha!!! *abaikan*

Anyway aku mau cerita kisah hari kamisku. Sumpah, kamis itu aku siaaal banget. Entahlah, mungkin memang that’s not my day. Mulai dari apes kena harga mahal pas nyetak laporan, apes gara-gara temanku menyebalkan minta ampun kaya anak bayi, sampe sedih banget pas nyadar ketika temenku yang kuanggap beda ternyata. . . yabegitulah. Aku kira dia akan mengerti, aku kira seseorang akan mengerti. Ternyata memang adakalanya kamu nggak perlu cerita karena memang cuma kamu yang paham tentang dirimu sendiri.

Jujur awalnya aku ingin nyeritain tentang part yang temenku ngga bisa memahami. Tapi sepertinya aku mengurungkan niat untuk nyeritain itu. Entahlah, aku ragu. Aku khawatir kalian juga tidak akan memahaminya. Sorry, cerita kali ini sepertinya cukup gini aja. Sekali lagi, maafin ya gengs :(

Tuesday, May 3, 2016

Rasa Kembali

Dalam bangunan seputih salju, kulangkahkan kaki ini
Tidak pasti, hanya saja mencoba meyakinkan diri

Pada keraguan yang mendalam, kupejamkan mata
Gelap, semakin gelap
gelap, semakin pekat

..dan terkejut..

Tanpa terasa, engkau hadir dihadapanku
Menyapa dengan sudut senyum unik dipipimu
Cerah, hangat, penuh cahaya
Kamu menyambutku dengan terbuka
Dan ajaibnya semua ragu perlahan sirna

Detik berlalu, waktu membeku
Saling tatap menjadi satu
Aku, kamu
Kembali ke masa lalu

Andai kamu tahu, rasa itu perlahan datang kembali
Rasa yang lama terpendam dan terkikis oleh waktu
Namun apa dikata, pertemuan itu merubah segalanya

Seperti lahir kembali, rasa itu muncul lagi

Hei, kapan kamu mulai menyadari?

Wednesday, March 30, 2016

Deadliner bergerimis.

Siapa sangka kalau hari yang penat dan menyebalkan bisa datang dengan tiba-tiba. Yup, karena terkadang pagi yang cerah dan hangat juga bisa menjadi badai sesaat setelahnya. Mungkin seperti hari ini.

Bukan hal yang asing lagi buat mahasiswa untuk begadang sampai pagi. Memang sih, ada banyak alasan buat begadang. Bisa jadi karena nongkrong, nonton drama, nonton bola, main kartu atau apalah alasan lainnya. Tapi umumnya, alasan utama mahasiswa untuk begadang tentu saja karena tugas. Tu-gas! Entah kenapa kata-kata itu tidak terdengar asing, bahkan hampir mirip dengan frekuensi kata I Love You pada pasangan yang masih hangat-hangatnya baru jadian. Mugkin bahasa alaynya, "Tugas adalah udara, tugas adalah nafasku, tugas adalah aku~". Preettt. Apa sih, Vi.  ((sok) puitis mode : on).

Kenapa sampai sebegitunya mendefinisikan tugas? Karena rasanya ngga komplit satu hari tanpa tugas. Ya! Seperti bakso tanpa saos, seperti teh tanpa es, atau seperti cabe tanpa hot pants. Sorry salah, maksudnya cabe tanpa gorengan. Eh, gorengan tanpa cabe. Duuuh, keliru kan. Whatever -,- Luar biasanya, ngga jarang juga 1 hari diisi dengan berbagai deadline tugas. Oh my God, satu aja udah ampun

Dan kamipun dengan kompaknya menyalahkan semua hal itu sebagai alasan besar kami tumbuh menjadi deadliner. Hahaha. Rasanya pingin ngomong "entar aja deh" kalau berhadapan dengan tugas dengan rage deadline yang lumayan. Ngga baik emang, tapi, ya, bagaimana ya, kalian tau sendiri lah. Semacam butuh dorongan dan motivasi luar biasa untuk bisa menyelesaikan tugas semacam itu. Dan bagi seorang deadliner, deadline lah motivasi terbesar mereka. Memang bener, the power of kepepet sungguh bekerja. Ini terbukti! Saya sudah berulang kali membuktikannya! Percayalah! (Heboh ala ala iklan peninggi badan :D )

Eiiits, tapi sebenarnya saya bukan orang yang sepenuhnya deadliner kok. Untuk tugas dari mata kuliah yang saya sukai, tentu saya mengerjakannya jauh-jauh hari. Seperti tugas untuk deadline hari ini. Berjuang mati-matian dari pagi hingga pagi, dalam kurun waktu 4 hari. Dan kalian tahu kan, setiap orang yang kurang waktu tidur, kestabilan emosinya akan mudah terganggu. Tepat di siang hari, ada anak yang terus menyalahkan saya tanpa alasan yang jelas -,- Ngga hanya itu, dia terus-terusan mengomentari tugas saya, namun dia dengan santainya menyalin tugas yang telah dia komentari panjang lebar kali tinggi itu (re: tugas punya saya). Hah? Kenapa dia gitu, Vi? Hmm, good question. Pertanyaan yang sama dengan saya. Entahlah, mungkin dia lelah. Sungguh! Komentarnya membuat kepala saya mau pechhaaaah! -_-

Sempat juga sih menjadi super badmood karenanya. Melangkah tanpa pasti menuju kelas selanjutnya saking lelahnya menghadapi hari ini. Lemas, tak bersemangat. Sudah kurang tidur, dapet komentar panjang lagi -__- Kucoba menarik nafas dalam-dalam, berharap emosi ini segera stabil. Tapi sayangnya kali ini cara itu tidak berjalan dengan baik.

Kelaspun berakhir, waktunya ke tempat parkir. Tiba-tiba ada tetes air di kerudungku. Menetes lagi, dan lagi. Mulai cepat. Dan airpun mengalir di wajahku tepat. Hening. Tiba-tiba semua terasa hening dan tenang. Untuk beberapa saat telingaku mengignore seluruh polusi suara yang ada. Semakin tenang, dan aku merasa nyaman. Entah untuk beberapa saat, dalam gerimis justru aku merasa hangat. Mungkin karena dulu aku begitu menyukai hujan. Akupun mulai membuang segala emosi buruk, dan tanpa sadar terlukis senyuman diwajahku. Mungkin cukup aneh, tapi itulah yang terjadi. Akupun berbisik dalam hati, terimakasih, gerimis.

Monday, March 28, 2016

'Cause I Know What You Think

       Untuk sebagian orang, mengetahui apa yang orang lain pikirkan mungkin menjadi hal yang menyenangkan. Namun percayalah, tidak selamanya begitu. 

       Sebenarnya aku bukan sesosok perempuan yang pandai membaca pikirkan orang lain. Aku hanya menganalisis ekspresi dan membandingkan dengan keadaan lingkungan sehingga aku dapat memprediksi tentang apa yang ada di dalam pikiran orang tersebut. Hal ini sudah sering kucoba semenjak aku masih kecil. Dan, memang cukup menyenangkan. Hingga hari seperti itu datang...

      Saat itu ada kuis suatu pelajaran yang memang membutuhkan energi lebih untuk memahami pelajaran tersebut. Jujur saja, aku lebih suka memahami materi dari pada menghafalkan soal tahun lalu. Sehingga aku memilih untuk mengerjakan soal setelah aku belajar materi pelajaran tersebut. Temanku mengatakan bahwa sebaiknya aku menghafalkan setiap jawaban penyelesaian soal tahun lalu, namun sayangnya aku menolak.

       Hingga akhirnya aku terkejut ketika mendapat soal kuis yang sama persis dengan soal tahun lalu. Entah kenapa, aku tidak beruntung saat itu. Ketika nilai hasil kuis dibagikan, ada sesosok anak yang mendapatkan hasil kuis dengan bangga dan membandingkan lembar jawabannya dengan jawaban teman lain yang nilainya tidak jauh dengannya. Apalah dayaku yang berakhir dengan nilai pas-pasan ini. Memang bukan nilai yang buruk, namun juga bukan nilai yang bagus. Tapi permasalahannya, moodku hancur pada saat itu bukan karena hasil yang kudapatkan, namun karena tatapan merendahkan dari dia. Akupun berjanji akan menaklukkan pelajaran tersebut.

       Haripun berlalu, ujianpun tiba. Untuk mata pelajaran itu, aku belajar tanpa memikirkan jam tidur. Aku berjuang mati-matian. Mungkin aku hanya beristirahat sekitar 1 jam untuk menyiapkan tenaga dan merefresh pikiran. Akupun melangkah menuju ruang kelas dengan tatapan datar. Entah karena lelah, atau karea gugup. Untunglah, soal kali ini tidak terlalu susah. Namun tetap saja aku merasa gregetan ketika mendapat soal dengan jawaban yang meragukan. Aku coba segala cara dengan mengotak atik angka pada kalkulatorku. Akupun berkeringat di dalam ruangan berAC tersebut. "Ayo, Vi! Coba perhitungan yang lain!", bisikku dalam hati.

       Tak terasa liburpun tiba. Aku menikmati liburku dengan menonton acara televisi yang menurutku tidak terlalu menarik. Entah kenapa, pikiranku melayang tanpa tujuan. Tiba-tiba handphoneku berdering. Ada chat masuk dengan berisikan pengumuman hasil ujian kemarin. Dan hasilnya, aku mendapatkan nilai tertinggi dikelas. Ya, tertinggi, di kelas. Memang nilai ku itu belum mencapai target yang kupasang untuk diriku sendiri. Namun setidaknya, seluruh anggota kelas mulai memperhatikan namaku. 

      Akupun terdiam sejenak dan mulai bertanya pada diriku sendiri. Apakah aku bangga dengan hal ini? Apa aku sudah merasa hebat telah berada pada posisi di atas dia? Apakah aku melakukan hal ini karena pembalasan dendam atas tatapannya?

    Dan semuapun terjawab. Bukan. Aku melakukan perjuangan itu bukan karena mereka. Namun karena aku ingin menguji diriku sendiri, sejauh apa aku bisa melompat ketika aku benar-benar berusaha. Ya! Hasil tidak akan menghianati usaha. :)

Sunday, March 27, 2016

Berawal dari Tatap Mata

       Semua dimulai ketika aku bergabung pada, katakanlah, event organizer yang acaranya berlangsung satu bulan lagi. Entah kenapa temanku tiba-tiba mengajakku untuk bergabung, padahal sebelum-sebelumnya tidak. Aku tiba 10 menit sebelum meeting dimulai, kemudian memarkirkan motor spacy biru dihalaman yang cukup luas. Layaknya etika anak baru, aku masuk ke ruang meeting dengan sopan, berkenalan dengan tim sambil selalu tersenyum. Entah kenapa, agar tidak menimbulkan kesan buruk saja. Disana kami duduk melingkar sehingga aku dapat melihat dan mencoba mengingat seluruh anggota tim. Tampak hanya sekitar 7 anggota baru, dan sisanya para senior yang penampilannya lebih casual dengan menggunakan kaos dibandingkan para anggota baru yang semua berkemeja rapi.
       
       Tak lama kemudian, meeting dimulai. Seperti biasa, kami berkenalan terlebih dahulu. Karena saling kenal akan mempermudah komunikasi baik sebelum maupun ketika eksekusi hari H. Kemudian penjelasan demi penjelasan terus dipaparkan oleh senior-senior di tempat tersebut. Mereka menjelaskan dengan semangat dan memberi senyuman hangat. Namun entah kenapa otakku membagi fokus dengan materi kimia yang akan diujikan tepat esok hari. Ya! Aku sudah berjanji kepada orangtua untuk tetap menstabilkan nilaiku walaupun aku memiliki kesibukan lain diluar kampus. Tapi tentu saja aku tetap mendengarkan pemaparan dan mengingat poin penting yang mereka ucapkan.

       ...hingga akhirnya giliran dia menjelaskan konsep acara...

       Laki-laki yang duduk tepat didepanku, kini mulai menjelaskan konsep acara. Tidak seperti senior-senior yang sebelumnya, dia berbeda. Jarang sekali, dan mungkin dia tidak sempat menorehkan senyum diwajahnya. Tatapannya sungguh tajam, dan parahnya, dia menatap tepat pada kedua bola mataku. Akupun membalas tatapannya dengan gugup. Satu detik, dua detik, bahkan bermenit-menit dia memaparkan konsep acara dengan tetap menatap padaku. Entah aku anggota baru yang telah melakukan kesalahan apa, aku tidak tahu. Hampir bisa terhitung, dia memalingkan tatapannya sesekali ke sayap bagian kiri dan kanan ruang meeting tersebut. Namun pada akhirnya tatapannya kembali kepada mataku. Jujur aku hampir kehabisan nafas saking gugupnya karena tatapannya yang tajam. Sekitar 7 menit dia mengoceh, dan 7 menit itu pula aku berusaha terus membalas tatapannya. Sepertinya dalam ruangan tersebut tidak ada yang menyadari apa yang dilakukannya, sebab berbicara sambil menatap lurus ke depan mungkin sudah tampak wajar. Tapi, apakan orang yang terus ditatapnya, menganggap hal itu wajar? Tentu tidak!

     "Kamu, sanggup bertanggung jawab dengan acara kedua bagian awal?", tanya dia dengan wajah tetap menatapku. 
     Akupun menoleh ke kiri dan kananku. Apakah dia sedang berbicara padaku atau mungkin pada yang lain.
      "Hei, aku bertanya padamu! Fokus!"
      Tiba-tiba seorang teman di sebelah kiriku menyenggol lenganku dan berbisik lirih, "Hei, vi. Cepat kasih respon".
      "Sssaa  ssaya, Kak?", tanyaku sambil menunjukkan jari telunjuk kananku kepada wajahku sendiri. Ssanggup kkak", jawabku gugup dengan ekspresi bodoh.
      "Okay, nanti kujelaskan jobdismu lebih lanjut. Sekarang, kita lanjutkan. . ."
       
       Huuufff.
      Jantung ini rasanya dapat berdetak kembali. Kali ini dia sudah tidak menatapku lagi, sebab dia mulai membagi job kepada anggota yang lain. Syukurlah..

       Sepulang dari meeting tersebut, aku masih bertanya-tanya. Siapa kakak itu sebenarnya? Sepertinya tidak terlalu asing. Apa aku pernah melakukan kesalahan padanya? Atau mungkin, memang kebiasaannya untuk menatap lurus kedepan saat berbicara dalam tim? Entahlah, akupun tidak tahu.