"Kamu pilih yang mana? Pagi, siang, sore atau malam?"
"Hmm, aku? Aku suka senja. Kamu, Vi?"
"Kalau aku, hmm. Rahasia :p " *tersenyum lalu pergi*
Entahlah, mungkin karena menurutku 'mereka' bukan pilihan. Aku menyukai semuanya.
Pagi, saat udara masih sejuk. Saat matahari terbit. Atau ketika aku mengingat saat pergi ke sekolah bersama ayah, ibuk dan mas meda. Melewati jalan aspal ditengah sawah. Lalu ada semilir angin, wangi dari kebun melati dan sinar matahari hangat yang membuat alasan kenapa pagi selalu indah.
Atau pagi ketika mesin bus sekolah sudah menyala, rerumunan teman berseragam rapi, berbaris lalu apel pagi. Suara bapak ibu satpam di mikrofon, lalu pemandangan gunung di depan asrama.
Atau lagi, bangun pagi dengan mata masih berat. Ampas kopi sisa semalam. Tumpukan kertas tugas dan revisian. Kipas angin yang masih memutar, suara orang berbelanja sambil rumpi, suara orang yang mulai mencari nafkah. Membuka toko, menjual sayur.
Atau tentang siang.
Saat kebersamaan terus dirangkai. Terus dirangkai. Dirangkai menjadi memori.
Atau saat peluh mulai menetes.
Ya, berjuang. Mengejar yang harus dikejar. Mencari yang harus didapatkan. Berusaha. Bangkit. Mencoba lagi. Walau letih, tapi waktu memang tak pernah mau menunggu.
Siang, saat orang mulai mengenal. Bercanda, berlari, tertawa.
Siang, saat keputusan diambil. Ada yang tetap, ada yang pergi.
Berpisah, mengenang, sendu, tangis, kecewa.
Siang, saat berebut kekuasaan. Darah. Atau saat penyelamatan. Dari yang harus pergi, dari yang harus menyingkir.
Atau mungkin sore.
Saat dunia mulai sejuk kembali. Ketika semua kembali. Menghapus peluh, meminum seteguk air. Mulai tersenyum dan kembali kerumah.
Atau mungkin sore, saat matahari mulai kembali, dan langit menjadi jingga. Jingga memang selalu menarik. Nyaman. Merebahkan. Melupakan.
Atau tentang malam.
Saat dunia mulai damai. Tenang. Sunyi. Diam.
Saat segala lelah dilepaskan, saat harapan dilayangkan.
Saat langit gelap penuh bintang.
Saat mata terpejam. Hilang.