Sunday, July 10, 2016

Untuk Tuan

Oleh : Violentaria Gita Salina

Kibaran itu kini mulai layu
Anginpun mengalir sambil terus mendesah malu
Inikah baktimu pada orang terdahulu?

Tuan bilang, yang dulu pasti sedang pilu
Melihat anak cucu tumbuh tak menentu
Belum korupsi, belum masalah harga diri
Belum kejahatan usia dini, belum masalah uang lagi

Tuan bilang, anak cucu cuma sekedar ahli mimpi
Tuan bilang, anak cucu cuma sampah tanpa arti

Lalu, apa tetap mau seperti ini?

Anginpun mengalir sambil terus mendesah malu
Seiring hati berbisik dengan bibir yang pecah kaku
“Wahai tuan, kami disini tidak diam
Hanya saja ada saja yang membungkam”

Kami juga bersatu dan berintegrasi
Berfikir sana-sini untuk mencari solusi
Tapi mengapa selalu ada yang menghakimi?
Ide belum jalan sudah dihina setengah mati
Katanya evaluasi, tapi penuh kritisasi
Katanya untuk perbaikan nanti
Tapi  menyingkirkan gerombolan kami
Apakah tuan ingin me’raja’kan diri?

Sudah, kami bukan generasi mati!
Tunggulan kami pada “suatu hari nanti”

Meski navigasi sudah tak lagi murni
Kami tetap menyeret kaki membangunkan ibu pertiwi
Dan tuan akan menyesali diri tanpa henti
Terkubur dalam kepalsuan yang abadi


Nb : mohon mencantumkan pembuat puisi dan meninggalkan komentar sebelum menggunakan puisi ini :)

Malam.

Oleh : Violentaria

Hai.
Apa kabar?
Semoga kamu tetap terus menampilkan senyummu seperti dulu.
Iya, senyum itu.
Sungguh membuatku rindu.

Hai.
Aku masih disini.
Masih ditempat yang beda denganmu.
Entah kenapa sepertinya jarak membenciku.
Seiring berjalannya waktu.
Jarak membuatmu memudar.
Menipis.
Menghilang.

Hai.
Jika malam memang penuh pengharapan.
Aku sungguh ingin kau datang.
Jika bulan memang penuh keajaiban.
Aku sungguh ingin kita melayang.
Jika bintang memang bukan khayalan.
Mari bersama mengarungi lautan impian.
Seperti janji yang lalu.
Seperti kenangan yang terdahulu.

Hai.
Sungguh aku merindumu.

Nb : mohon mencantumkan pembuat puisi dan meninggalkan komentar sebelum menggunakan puisi ini J


Ahh, kamu sama saja!

Gerimis memang tidak selamanya menyisakan kenangan manis.
Gerimis saat ini, hatiku mulai teriris.

Nulis apa sih vi, kok alay gitu. Hehehe. Yaudahlahya, biar openingnya cettar badai membahana bwahahahaha!!! *abaikan*

Anyway aku mau cerita kisah hari kamisku. Sumpah, kamis itu aku siaaal banget. Entahlah, mungkin memang that’s not my day. Mulai dari apes kena harga mahal pas nyetak laporan, apes gara-gara temanku menyebalkan minta ampun kaya anak bayi, sampe sedih banget pas nyadar ketika temenku yang kuanggap beda ternyata. . . yabegitulah. Aku kira dia akan mengerti, aku kira seseorang akan mengerti. Ternyata memang adakalanya kamu nggak perlu cerita karena memang cuma kamu yang paham tentang dirimu sendiri.

Jujur awalnya aku ingin nyeritain tentang part yang temenku ngga bisa memahami. Tapi sepertinya aku mengurungkan niat untuk nyeritain itu. Entahlah, aku ragu. Aku khawatir kalian juga tidak akan memahaminya. Sorry, cerita kali ini sepertinya cukup gini aja. Sekali lagi, maafin ya gengs :(