Masa kecil memang masa yang sulit untuk dilupakan. Masa dimana kita bebas berekspresi dan mengungkapkan apapun yang ingin kita ungkapkan tanpa ragu tan tanpa melalui banyak perhitungan. Masa yang isinya cuma seneng-seneng, bermain dan tidak memikirkan beban yang entah kenapa selalu menghantui masa saat dewasa nanti.
Salah satu tempat yang menjadi saksi bisu masa kecilku dulu adalah sumur depan rumah tetanggaku. Tempatnya kini berlumut dan mulai retak. Tapi sisa-sisa kenangan masa kecil dulu rasanya kembali tumbuh saat aku melihat sumur yang lumayan tua itu.
Mulai dari sembunyi-sembunyian, jual-jualan, bermain kelereng sampai kamipun dulu juga pernah mandi di sumur itu. Rasanya bebas, lepas kalau mengingat masa kecil dulu. Namun seperti banyak orang bilang, "you can't start the next chapter if you keep re-reading the last one". Kenangan memang tidak perlu dipikirkan secara mendalam. Waktu terus berputar yang seakan memaksa kita untuk menghadapi dunia global yang sudah acak-acakan, menjauh dari zona nyaman kita dan mulai menggunakan otak hampir tiada henti setiap harinya. Segalanya di vorsir, tapi inilah hidup. Cuma bisa menikmati segala fase hidup satu-demi-satu secara perlahan. Berusaha memanfaatkan tiap detik yang diberikan Tuhan, walau terkadang godaan dunia memang hebat dan tidak dapat dihindari.
Masa kecil harusnya menjadi cerminan bahwa dulu kita pernah menjadi insan yang polos tak berdosa, yang bebas, yang selalu tertawa dan tersenyum. Walau sudah dalam fase dewasa, sering kali kita butuh bertindak sepertihalnya anak kecil, agar kita tidak terlalu menjadi orang yang over, yang dapat memetamorfosiskan kita menjadi monster. Mulai dari tindakan simple, namun dapat merilekskan pikiran dan hati dari segala polusi dunia yang semakin pekat.
No comments:
Post a Comment